Saya kemudian memilih untuk menumpang Bis warna putih nuansa oranye dan biru dari terminal Jogjakarta dengan nomor bis 313. Saya sudah pede akan istirahat dengan tenang karena saya memegang tiket kursi 6C yang adalah dekat jendela. Yak, untuk di kendaraan umum, saya memang hanya bisa istirahat nyenyak kalau berada di dekat jendela.
Pukul 18.00 bis memasuki Terminal Jogjakarta dan saya masuk ke dalam bis. Ternyata kursi 6C itu sudah terisi, dan seorang pria di kursi itu dengan arogan menyuruh saya duduk di kursi 6B, sebelahnya. Hmmm, saya memilih untuk tidak memperpanjang hal ini dan duduk saja di kursi 6B itu.
Kejadian ini sama persis dengan yang sama alami waktu naik bis warna hitam dari Terminal Tirtonadi Surakarta. Ketika kursi pinggir jendela itu dipegang oleh orang lain, padahal menurut tiket itu punya saya.
Sebenarnya kalau ini bukan bis, pasti sudah saya perjuangkan. Seperti ketika naik singa beberapa tahun silam. Sepasang suami istri bermesraan di kursi E dan F ketika saya tiba di kursi tersebut. Dengan pedenya mereka minta, “disini aja Mas” sambil menunjuk bangku D. Dengan senyum saya menolak dan meminta kursi F yang ada hak saya itu. Mereka pun bergeser.
Oke, sedikit permenungan saja. Saya sambil cek kamus, soal apa sih korupsi itu. Sebenarnya arti korupsi menurut kamus adalah penyalahgunaan milik orang lain untuk kepentingan pribadi. Hmmm, kok tiba-tiba cocok ya?
Saya jadi ingat secuil ayat Kitab Suci yang menyebut “jangan mengingini miliki sesamamu”. Yah, ini sepele kok. Kita punya tiket dan ada nomor tiket disana. Sederhana sekali untuk duduk manis dan diam di tempat itu. Nah, kalau tiba-tiba kita lihat tempat duduk pinggir jendela itu kosong, apa lantas kita akan duduk di tempat itu, sementara itu bukanlah hak kita?
Hal sederhana ini ternyata tidak kita alami di bis atau pesawat saja kok. Hal sehari-hari ternyata membawa kita pada pemanfaatan kesempatan-kesempatan untuk menggunakan hak orang lain untuk keuntungan kita sendiri. Pada akhirnya hak orang lain tereduksi. Ya sepele lah, tapi ternyata mendasar dan mungkin menjadi penyebab mentalitas korup yang mulai merajalela.
Kalau para koruptor itu sadar bahwa duit itu bukan haknya, mestinya mereka nggak korupsi kan? Tapi duit itu enak je, mungkin dalam kadar yang berbeda mirip enaknya dengan duduk dan tidur di kursi dekat jendela. Dan mumpung ada kesempatan, sabet saja. Begitu kan kelihatannya?
Yah, mungkin sebaiknya kembali ke diri kita. Kita menghujat koruptor tanpa sadar bahwa kadang mentalitasnya kita miliki di dalam diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar